Pada jaman keemasannya
Islam sebenarnya sudah memiliki teknik Metalurgi yang cukup tinggi, hal ini
dibuktikan dengan pernah dibuatnya Pedang Damaskus (Sword of Damascus).
Pedang ini dibuat pada kisaran tahun 1100 sampai dengan tahun 1750, pedang ini
terkenal dengan ketajamannya dan memiliki bahan yang kuat dan lentur.
Pedang Damaskus ini dikenal pertama
kali melalui perang salib karena pada saat itu tentara Islam sudah menggunakan
senjata ini dan perlengkapan lain yang memiliki bahan dasar seperti Pedang
Damaskus ini.
Pedang Damaskus itu
sendiri dikenal sebagai pedang yang digunakan oleh Salahuddin al Ayyubi,
seorang sultan Mesir-Syria sekaligus panglima perang yang dapat merebut kembali
Jerussalem dari tangan bangsa nasrani melaluiperang Hattin.
Pedangnya Salahuddin al Ayyubi,
jendral dan pejuang muslim Kurdi dari Tikrit. Pedang ini dibuat dari baja
damascus yang sangat keras namun lentur karena memiliki kandungan CNT (carbon
nanotubes). Kabarnya pedang ini sangat tajam, saking tajamnya bisa dengan mudah
menembus baju zirah Renald de Chatilon. Salahuddin terkenal di dunia Muslim dan
Kristen karena kepemimpinan, kekuatan militer, dan sifatnya yang ksatria dan
pengampun pada saat ia berperang melawan tentara salib. Sultan Salahuddin Al
Ayyubi juga adalah seorang ulama.
Ada sebuah kisah tentang Pedang
Damaskus dan Salahuddin al Ayyubi terutama yang berkaitan dengan perang
salib,
Tahun 1192. Richard yang
Berhati Singa(Lion Heart), raja Inggris yang memimpin tentara Kristen
dalam Perang Salib III, bertemu dengan musuh bebuyutannya, pemimpin
muslim Salahuddin al-Ayyubi. Kedua pemimpin ini saling menghormati.
Kedua pemimpin yang kemudian menjadi legenda itu, demikian Sir
Walter Scott mendramatisasi dalam novel The Talisman,
memamerkan senjata masing-masing.
Richard mengeluarkan pedang
lebar mengkilap buatan pandai besi terbaik Kepulauan Inggris.
Salahuddin menghunus pedang kesayangannya. Pedang lengkung buatan
pandai besi di Damaskus yang tidak mengkilap. kemudian Richard
memapas sebuah kotak dari besi hingga putus dan Sallahudin Al Ayubi kemudian
melepaskan kain sutra halus hingga terbang dan jatuh di permukaan Pedang
Lengkung Damaskus dan kemudian sutra tersebut putus karena sangat tajamnya
pedang.
Teknik pembuatan pedang
damaskus ini begitu rahasia sehingga hanya beberapa keluarga pandai besi di
Damascus saja yang menguasainya. Ini juga yang menyebabkan teknik pembuatan
baja Damascus akhirnya punah.Hingga kini teknologi metalurgi yg paling canggih
pun belum mampu membuat pedang yg lebih tajam dari pedang damaskus.
Sebuah penelitian mikroskopik
menemukan bahwa pedang-pedang ini ternyata memiliki semacam lapisan kaca
dipermukaannya.Bisa dikatakan para ilmuwan muslim di timur tengah telah
mencapai teknologi Nano sejak seribu tahun yg lalu. Beberapa ahli metalurgi
modern mengaku berhasil membuat baja yg sangat mirip dengan baja Damascus ,
namun tetap belum berhasil meniru 100 persen.
Teknik pembuatan Pedang Damaskus
termasuk salah satu pengetahuan Islam yg hilang. Pedang, tombak dan Pisau
Damascus yg tersisa kini tersebar di berbagai Museum di seluruh dunia.
John Verhouven di Universitas Iowa
telah menemukan bahwa hanya tipe tertentu dari wadah khusus untuk melebur baja,
elemen lain seperti vanadium, akan menghasilkan pola yang tepat. Dan pada tahun
2006, para peneliti di Universitas Teknik Dresden, Jerman, mempelajari pedang
prajurit Islam dengan mikroskop elektron dan menemukan bahwa kekuatan pedang
mereka mungkin berasal dari nanotube karbon dan kawat nano yang dibuat dari
mineral yang disebut sementit. Struktur serupa akan menghasilkan bahan komposit
modern yang kuat. Namun, resep tepat untuk membuat pedang prajurit Islam itu
masih menjadi misteri.
Nanoteknologi
Dengan teknologi terkini, diketahui
bahwa efek pola air yang dimiliki oleh pedang Damaskus diperoleh dengan menempa
baja yang mengandung proporsi jumlah karbon yang besar. Daerah gelap pada
permukaan pedang akibat pola yang dibuat residu karbon, sedangkan pola terang
dibentuk oleh partikel ikatan karbit besi. Kandungan karbon yang tinggi
memungkinkan diperolehnya pedang dengan ketahanan tinggi, namun kehadiran
karbon di campuran bahan mentah sangat sulit atau hampir tidak mungkin untuk
dikontrol. Terlalu sedikit karbon menyebabkan pedang menjadi lemah, namun
terlalu banyak karbon menyebabkan pedang menjadi getas. Bila proses pembuatan
pedang tidak berlangsung dengan baik, baja akan membentuk besi sementit, fase
besi yang sangat rentan. Namun, para ahli metalurgi Islam mampu mengontrol
kerentanan inheren dan menempa bahan mentah tersebut menjadi senjata. Suatu
artikel jurnal di Nature menceritakan bahwa tim riset yang diketuai oleh Peter
Paulfer dari universitas Dresden memiliki ide yang menceritakan mengapa baja
karbon dapat dibuat dan mengapa saat ini menghilang. Ide tersebut didasari oleh
ilmu pengetahuan material modern: Nanoteknologi, hal yang sulit terpikirkan
pada abad ke-17.
Pembuatan baja telah dipelajari dengan
seksama dan didokumentasikan oleh para ilmuan muslim. Ilmu diturunkan bagi para
ahli pedang di Dunia Islam, yang menjaga dengan baik rahasia ini. Baja Damaskus
sangat berharga karena menggabungkan antara kekuatan, elastisitas dan
ketahanannya. Saat ini, ilmu mengenai teknik membuat baja Damaskus telah
menghilang. Walaupun pembuatan baja telah berkembang dengan pesat, namun para
peneliti sampai saat ini masih saja kesulitan untuk meniru dan membuat baja
yang mirip dengan baja Damaskus. Dapat kita lihat bahwa ilmuan Islam pada abad
7 sudah memiliki kehebatan dalam pengembangan teknologi material yang bahkan
melebihi bangsa lainnya.