Gue selalu percaya, anak laki-laki haruslah bandel. Bandel di sini maksud
gue adalah tetap penasaran dan mengejar apa yang benar-benar dia pengen. Waktu
kecil, gue pernah jatuh dari pohon cuma karena gue pengen niruin gaya Smack
Down Ray Misterio. Gue pernah diomelin gara-gara nyebur ke kali cuma karena
penasaran gimana rasanya nangkep ikan Lele pake tangan kosong. Yang paling klise, gue pernah
digampar Guru karena
waktu SMP gue ketahuan ngerokok. Gue jatuh, gue dimarahin, gue digampar. Tapi
gue puas. Gue melakukan hal-hal tadi karena gue penasaran, gue pengen tau, dan
gue puas karena akhirnya gue tau.
Dan meski udah dikasih tau, udah diomelin,
udah kena batunya, dalam beberapa kasus gue nggak berhenti melakukannya. Gue
tetap niruin gaya Smack Down di hari berikutnya, terus masih suka nyari ikan Lele dengan tangan kosong, dan masih tetap merokok waktu itu.
Lalu apa yang membuat gue berhenti melakukan itu semua? Gue percaya
anak laki-laki akan berhenti melakukan apa yang buruk, jika akhirnya sadar bahwa
itu nggak ada manfaatnya sama sekali, atau karena menemukan hal yang lebih
berarti. Gue berhasil berhenti niruin gaya Smack Down karena kenal basket
pas SMA jadi ganti pengen niruin Michael Jordan, Reggie Miller,
Tony Parker, atau Kevin Durant (untuk zaman sekarang). Gue akhirnya pensiun, gue berhenti merokok ketika gue selesai menanyakan
kepada beberapa temen cewek di kelas gue pertanyaan paling mendasar, “Lo
lebih suka cowok yang ngerokok apa nggak sih?” Dari sekitar delapan orang
yang gue tanya, semuanya bilang, “Lebih suka yang nggak ngerokok lah,”
dengan yakinnya. Waktu itu gue mikir, Lantas buat apa selama ini gue ngerokok?
Semuanya sia-sia aja kalau gue ngerokok cuma biar kelihatan keren di depan
temen-temen gue yang cowok. Gue kan mau narik perhatian cewek, bukan cowok. Gue
nggak akan menyalahkan itu. Tapi yang gue gelisahkan adalah, anak laki-laki
harusnya keras kepala. Ketika dia menginginkan sesuatu, kejar, sampai dapat,
sampai terjatuh-jatuh, bahkan berdarah-darah. Bukan baru kena ujian sekali,
terus balik kanan, pergi, dan menyerah. Bukannya anak laki-laki sudah biasa
jatuh dan berdarah ketika dia pengen sekali bisa naik sepeda? Bukannya anak laki-laki
sudah biasa tertusuk beling sampai berdarah dengan kaki telanjang melintasi
kebon cuma untuk mengejar layangan putus? Lalu kenapa akhir-akhir ini gue
sering melihat dan mendengar cerita temen laki-laki dan beberapa orang yang gue
kenal, menyerah dalam mengejar sesuatu yang lebih berharga dari sepeda dan
layangan, yaitu perempuan, cintanya, (yang katanya) kebahagiaannya? Biarlah
para perempuan saja yang ribet, toh memang mereka sudah mengakui bahwa
perempuan itu ribet. Laki-laki, tak perlu ikut-ikutan ribet. Yang gue tau,
orang yang mau menghubungi duluan aja kebanyakan mikir, takut ganggu lah, takut
gak dibales lah, malu lah, itu perempuan. Kalau laki-laki juga kayak gitu,
gimana bisa perempuan mau? Perempuan ribet, berarti tandanya butuh laki-laki
sederhana, yang tegas. Perempuan kan mau pacarannya sama laki-laki. Kalau
laki-laki sama ribetnya kayak perempuan, ya mending pacaran sama perempuan lagi
aja sekalian. Untuk mendapatkan hati perempuan, berhentilah bersikap dan
berpikir seperti perempuan. Sederhanalah. Tegaslah. Mungkin pernyataan gue
kali ini terkesan terlalu membela perempuan. Memang ya, tapi hanya
perempuan-perempuan yang nggak menuhankan gengsi yang gue bela. Memang
perempuan harus punya gengsi, tapi bukan harus jadi munafik dengan menutup dan
membohongi diri agar terlihat ‘nggak suka’ di depan orang yang sebenernya
disukai abis-abisan. Gengsilah secukupnya. Terlebih dari itu semua, maksud dari
tulisan gue adalah buat sama-sama mengingat bahwa gue, dan para laki-laki yang
baca tulisan ini pernah bandel waktu kecil. Jangan sampai kita lebih ‘laki’ dan
lebih pemberani waktu kecil dibanding sekarang. Gue nggak suka konfrontasi.
Sekali lagi, sebutlah gue kuno, tapi gue rasa memang sudah benar bahwa
perempuan yang dikejar, dan laki-laki mengejar. Sekarang tugas perempuan dan
laki-laki hanyalah untuk menjadi sekooperatif mungkin. Perempuan membuat
dirinya layak untuk dikejar, layak untuk diperjuangkan, dan laki-laki mengejar
sambil meningkatkan kualitas diri agar layak diterima. Sederhana, bukan? Gue
sadar pada kenyataannya nggak sesederhana itu. Tapi gue yakin, kita, para
laki-laki kan sudah biasa bandel. Masa cobaan segitu doang udah bikin nyerah
buat ngejar seseorang yang katanya berharga? Come on boys! Be brave! Prove
you’re the man!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar