Senin, 03 Desember 2012

Indonesia Butuh UU Perlindungan Petani


JAKARTA - Indonesia membutuhkan adanya Undang-Undang Perlindungan Petani. Sebab, akibat belum adanya UU Perlindungan Petani, impor produk hortikultura terus melaju.

"Politik pertanian Indonesia belum membela petani, sehingga petani kita masih tetap miskin," kata Sekretaris Jenderal Induk Koperasi Tani dan Nelayan (Ikoptan) Soeryo Bawono saat lokakarya di Jakarta, Sabtu (31/3).

Ia mengatakan bahwa akibat belum adanya UU Perlindungan Petani, impor produk hortikultura terus melaju. "Karantina pelabuhan dengan mudah meloloskan banyak buah buahan dan sayuran bebas masuk ke Indonesia," kata dia
.

Soeryo Bawono memberi contoh ketika panen bawang, banyak komoditas itu yang datang dari luar negeri dengan harga murah sehingga masyarakat lebih memilih bawang impor karena harganya lebih murah. Padahal belum tentu kualitas (komoditas pertanian impor) itu bagus. "Seharusnya ketika di dalam negeri petani sedang panen bawang maka ada larangan bawang masuk ke Indonesia," ungkapnya.

Contoh lain, tambhanya, adalah di Eropa yang mencakup 19 negara bagian hanya ada satu pelabuhan, sementara Indonesia ada empat pelabuhan. "Dengan banyaknya pelabuhan memberikan kesempatan untuk masuknya barang-barang luar negeri masuk ke negara kita. Kalau pelabuhan impor ditutup, impor akan bisa terkontrol," katanya.

Ia juga mengemukakan bahwa permodalan bukan hal yang utama, dan yang terpenting justru adalah akses pasar.

Pada zaman Orde Baru, kata dia, struktur jaringan distribusi itu jelas, namun suasana tersebut sudah hilang saat ini.

Sementara itu, terkait faktor lahan pertanian yang sudah sulit di Pulau Jawa, ditegaskannya bahwa sudah saatnya program transmigrasi harus dijalankan kembali.

Untuk itu, ia menyarankan untuk meningkatkan gairah di sektor pertanian, program bantuan untuk petani, seperti bantuan sapi, pupuk masih dinilai efektif dibanding kredit usaha rakyat (KUR) yang dinilai faktanya masih sulit untuk dijangkau petani.

Dalam lokakarya yang dimoderatori Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB, Dr Arif Satria itu menyepakati bahwa politik pertanian menjadi hal yang penting dan keterpaduan antarsektor, harus saling mendukung antarsektor dan sektor pertanian harus dijadikan sektor strategis.

Kemudian, pembangunan pertanian berkelanjutan pun menjadi hal yang penting karena untuk mencapai kesejahteraan petani membutuhkan waktu yang panjang dan lintas sektoral.

Secara terpisah, Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan, mengatakan daya saing produk olahan pertanian Indonesia masih kalah dengan asing. Pasalnya pasar untuk pangan olahan belum diatur, padahal di luar negeri pasar sudah terbangun, disertai dengan kualitas kemasan dan inovasi.

"Ini yang menyebabkan tidak adanya rasa optimisme para petani untuk menjual hasil produk agribisnis mereka dalam bentuk olahan," ujarnya.

Rusman mengaku masih menemukan, produk pangan olahan dengan standar tinggi hanya dipasarkan di pasar lokal dan sekitar daerah produksinya. Padahal, pasar produk pertanian olahan cukup besar misalkan di Suparmarket maupun Hypermarket.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Copyright © Hidupku Inspirasiku Design by O Pregador | Blogger Theme by Blogger Template de luxo | Powered by Blogger