Selasa, 18 Desember 2012

Apel potensi lain dari negeri “petro kopi”


Selama ini, dataran tinggi Gayo Aceh Tengah begitu identik dengan tanaman primadonanya, kopi, yang telah mendunia ketenarannya. Bahkan diperkirakan 80 persen mata pencaharian masyarakat dari Negeri “Petro Kopi” ini bergantung dari tanaman penghasil kafein itu.
            
Namun dibalik berlimpahnya biji-biji kopi yang menghasilkan produksi 19.867,48 ton pertahun, berasal dari lahan produktif yang mencapai luas areal 29. 057,35 hektar (data pokok pembangunan Aceh Tengah 2005), ternyata masih ada sebagian kecil warga mencoba peruntungannya dengan bertani tanaman lain, salah satunya budidaya tanaman apel.
            
Mungkin cerita budidaya apel merupakan hal yang lazim bagi sebagian orang. Namun di Aceh Tengah bertani buah ini diperkirakan hanya ditekuni segelintir orang yang dapat dihitung dengan jari sebelah tangan.
            
Siswanto, 53, misalnya, salah seorang petani apel yang berdomisili di Kampung Despot Linge Aceh Tengah. Bermula dari keisingennya mencoba bertanam apel di Bumi Gayo sejak 2005, pria transmigrasi asal Batu Malang Jawa Timur ini malah sudah mendapat julukan “juragan apel” karena keberhasilan mengembangkannya hingga mampu mencukupi kebutuhan ekonomi keluarganya.
           
 “Awalnya warga di kampung ini meragukan usaha saya menanam apel karena pada dasarnya kopilah tanaman utama. Namun setelah melalui uji coba, apel juga mampu tumbuh subur di sini (Despot Linge-Red), seperti halnya kopi. Bahkan apel ini lebih baik kualitasnya dari apel yang pernah saya kembangkan di Malang,” papar Siswanto kepada Waspada di lokasi tanaman.
            
Disebutkan, saat ini sebanyak 200 batang apel telah dibudidayakan dipekarangan rumahnya. Dari jumlah tersebut rata-rata dalam sekali panen perbatang mampu menghasilkan 15 -20 kilogram.  “Untuk saat ini, hasil panen saya belum mencukupi kebutuhan konsumen. Jangankan untuk dipasarkan, memenuhi permintaan warga di sini saja terkadang kurang. Karena buah apel sangat diminati warga ,”jelasnya.
            
Selain itu, kata Siswanto, apel ini juga terkadang kerap dipesan para pegawai dari dinas-dinas yang berada diseputar kota Takengon.” Adakalanya pegawai dinas datang langsung untuk membeli buah apel sekaligus memetik sendiri buah yang siap panen.”
            
Menurutnya, bertani apel saat ini merupakan peluang yang cukup menggiurkan, karena harga jualnya juga terbilang lumayan, mencapai Rp 25-27 ribu / kg.     “Saat ini saya memiliki lima varietas apel yang telah dibudidayakan. Asal bibitnya saya bawa langsung dari Malang Jatim, di mana kemudian saya perhatikan perkembangannya jauh lebih baik di Takengon ini. Mungkin karena kebetulan, iklim alam dan kondisi tanahnya sangat cocok,” lanjutnya.
         
Limajenis varietas apel yang dikembangkan Siswanto, yakni apel mana lagi (berwarna hijau kuning), apel ana (merah), apel australi (hijau),  apel rumbiuty(setengah merah setengah hijau), dan apel wanglin (hijau kasar).
           
 “Bila menanam apel, yang perlu diperhatikan ketinggian tanah dari permukaan laut. Apel akan tumbuh baik jika berada diketinggian  1.200 meter. Di Tanah Abu, Despot ini, kami perkirakan  memiliki ketinggian 700-1.400 meter dari permukaan laut. Jadi, sangat ideal untuk tanaman apel,” kata Siswanto yang mengaku memahi ilmu pertanian apel secara otodidak sejak usia 14 tahun. Bahkan, apel juga merupakan mata pencaharian keluarganya secara turun temurun di Malang.
            
Disamping berbagai varietas yang telah dikembangkan, bersama harga apel yang menjanjikan, dia menebut, harga bibit apel juga lumayan mahal. Hal itu disebabkan masih sulitnya mendapatkan bibit apel.
           
 “Harga bibit mencapai Rp 50-75 ribu per polibek. Meroketnya harga merupakan kendala bagi petani di sini untuk mengikuti jejak saya bertani apel. Namun kami telah mengajukan proposal ke Pemerintah Aceh,”sebut Siswanto.
            
“Syukurlah, kami telah mendapatkan bantuan bibit dari dinas terkait. Saya dipercayakan sebagai pembina petani apel di sini. Kami telah memesan sebanyak 900 bibit apel ke Malang, di mana sumber anggarannya dari pemerintah Aceh,”jelas Siswanto,  seraya mengharapkan ke depannya Pemerintah Tingkat II aceh Tengah mampu menjadikan Kampung Despot Linge sebagai lokasi daerah agrowisata buah apel di negeri Lumbung Kopi ini. 

0 komentar:

Posting Komentar

 

Copyright © Hidupku Inspirasiku Design by O Pregador | Blogger Theme by Blogger Template de luxo | Powered by Blogger